Sejarah
Kapal Phinisi
Ditulis oleh Admin pada 05 Dec 2025
Kapal Phinisi: Warisan Maritim Nusantara dari Bulukumba
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan sejarah pelayaran yang panjang. Salah satu bukti kejayaan bahari Nusantara adalah Kapal Phinisi, kapal layar tradisional yang berasal dari Bulukumba, Sulawesi Selatan. Hingga kini, Phinisi tetap menjadi ikon budaya dan simbol kegigihan masyarakat pelaut Bugis-Makassar dalam menaklukkan lautan.
Asal-Usul dan Nilai Filosofis
Kapal Phinisi merupakan karya tangan masyarakat Suku Konjo, sub-etnis Bugis yang tinggal di pesisir Bulukumba, terutama di daerah Tanah Beru dan Bira. Dalam tradisi mereka, pembuatan kapal bukan hanya pekerjaan teknis, tetapi juga mengandung nilai spiritual. Ada ritual adat tertentu mulai dari pemilihan kayu, tahap konstruksi, hingga peluncuran kapal ke laut.
Filosofinya mencerminkan tekad kuat pelaut Bugis-Makassar untuk menjelajahi samudra, membawa perdagangan, budaya, dan persaudaraan ke berbagai penjuru dunia.
Ciri Khas Kapal Phinisi
Phinisi memiliki desain yang khas dan fungsional untuk pelayaran jarak jauh. Ciri-cirinya meliputi:
Menggunakan dua tiang utama dan tujuh layar yang menjadi identitas kapal
Memiliki badan kapal dari kayu berkualitas seperti kayu ulin dan bitti
Struktur kapal kuat dan tahan ombak besar
Desainnya memungkinkan stabilitas tinggi di laut lepas
Angka dua dan tujuh pada Phinisi memiliki makna filosofi:
2 tiang melambangkan Kalimat Syahadat
7 layar melambangkan tingkatan langit dalam keyakinan masyarakat Bugis
Peran Phinisi dalam Sejarah
Sejak abad ke-14, Kapal Phinisi telah menjadi armada pelaut Bugis-Makassar untuk:
Berdagang rempah dan barang hasil bumi
Menjelajahi wilayah Nusantara hingga Australia dan Asia Tenggara
Menjalin hubungan budaya antarpulau
Menjadi kekuatan maritim yang disegani
Kapal ini turut berkontribusi besar dalam geliat ekonomi dan sejarah pelayaran Indonesia.
Phinisi di Era Modern
Dalam perkembangannya, Phinisi tidak lagi hanya digunakan sebagai kapal barang. Kini, banyak Phinisi modern yang didesain sebagai:
Kapal wisata mewah (liveaboard)
Kapal penelitian dan edukasi
Kapal charter untuk selam dan eksplorasi
Wilayah seperti Labuan Bajo, Bali, dan Raja Ampat menjadi destinasi populer untuk pelayaran menggunakan Kapal Phinisi.
Pada tahun 2017, Phinisi resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia, sebuah pengakuan penting bagi pelestarian tradisi pembuatan kapal di Bulukumba.
Sentra Pembuatan Phinisi
Bulukumba dikenal sebagai “Butta Panrita Lopi” atau Tanah Ahli Pembuat Kapal. Desa Tanah Beru menjadi pusat pembuatan Phinisi yang masih mempertahankan kearifan lokal:
Konstruksi dilakukan tanpa gambar teknis, hanya mengandalkan keahlian turun-temurun
Tidak menggunakan paku besi secara dominan, lebih banyak memakai pasak kayu
Ritual adat wajib dilakukan, seperti maccera lopi untuk keselamatan kapal
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan sejarah pelayaran yang panjang. Salah satu bukti kejayaan bahari Nusantara adalah Kapal Phinisi, kapal layar tradisional yang berasal dari Bulukumba, Sulawesi Selatan. Hingga kini, Phinisi tetap menjadi ikon budaya dan simbol kegigihan masyarakat pelaut Bugis-Makassar dalam menaklukkan lautan.
Asal-Usul dan Nilai Filosofis
Kapal Phinisi merupakan karya tangan masyarakat Suku Konjo, sub-etnis Bugis yang tinggal di pesisir Bulukumba, terutama di daerah Tanah Beru dan Bira. Dalam tradisi mereka, pembuatan kapal bukan hanya pekerjaan teknis, tetapi juga mengandung nilai spiritual. Ada ritual adat tertentu mulai dari pemilihan kayu, tahap konstruksi, hingga peluncuran kapal ke laut.
Filosofinya mencerminkan tekad kuat pelaut Bugis-Makassar untuk menjelajahi samudra, membawa perdagangan, budaya, dan persaudaraan ke berbagai penjuru dunia.
Ciri Khas Kapal Phinisi
Phinisi memiliki desain yang khas dan fungsional untuk pelayaran jarak jauh. Ciri-cirinya meliputi:
Menggunakan dua tiang utama dan tujuh layar yang menjadi identitas kapal
Memiliki badan kapal dari kayu berkualitas seperti kayu ulin dan bitti
Struktur kapal kuat dan tahan ombak besar
Desainnya memungkinkan stabilitas tinggi di laut lepas
Angka dua dan tujuh pada Phinisi memiliki makna filosofi:
2 tiang melambangkan Kalimat Syahadat
7 layar melambangkan tingkatan langit dalam keyakinan masyarakat Bugis
Peran Phinisi dalam Sejarah
Sejak abad ke-14, Kapal Phinisi telah menjadi armada pelaut Bugis-Makassar untuk:
Berdagang rempah dan barang hasil bumi
Menjelajahi wilayah Nusantara hingga Australia dan Asia Tenggara
Menjalin hubungan budaya antarpulau
Menjadi kekuatan maritim yang disegani
Kapal ini turut berkontribusi besar dalam geliat ekonomi dan sejarah pelayaran Indonesia.
Phinisi di Era Modern
Dalam perkembangannya, Phinisi tidak lagi hanya digunakan sebagai kapal barang. Kini, banyak Phinisi modern yang didesain sebagai:
Kapal wisata mewah (liveaboard)
Kapal penelitian dan edukasi
Kapal charter untuk selam dan eksplorasi
Wilayah seperti Labuan Bajo, Bali, dan Raja Ampat menjadi destinasi populer untuk pelayaran menggunakan Kapal Phinisi.
Pada tahun 2017, Phinisi resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia, sebuah pengakuan penting bagi pelestarian tradisi pembuatan kapal di Bulukumba.
Sentra Pembuatan Phinisi
Bulukumba dikenal sebagai “Butta Panrita Lopi” atau Tanah Ahli Pembuat Kapal. Desa Tanah Beru menjadi pusat pembuatan Phinisi yang masih mempertahankan kearifan lokal:
Konstruksi dilakukan tanpa gambar teknis, hanya mengandalkan keahlian turun-temurun
Tidak menggunakan paku besi secara dominan, lebih banyak memakai pasak kayu
Ritual adat wajib dilakukan, seperti maccera lopi untuk keselamatan kapal